Perkampungan Nelayan
Terwujud kalau tidak ada korup!!!
e enjte, 14 qershor 2007

Di kota Pahlawan kita ini masih belum mempunyai suatu obyek wisata yang menampilkan sisi-sisi kerakyatan Surabaya. Seharusnya keberadaan Desa Wisata harus dimiliki oleh setiap daerah untuk menampilkan nilai-nilai budaya daerah tersebut dalam bidang sosialnya. Kalu dilihat dari nilai wisatanya, Surabaya sendiri sebenarnya mempunyai obyek wisata tersebut, yaitu Perkampungan Nelayan.
Perkampungan Nelayan Pantai Kenjeran sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai Obyek wisata Kerakyatan. Surabaya, apalagi didukung dengan suasana pantai Kenjeran, panorama tersebut sangatlah jarang dijumpai dimanapun.
Banyak manfaat yang dapat kita ambil seandainya perkampungan tersebut dijadikan obyek wisata, disana kita dapat melakukan study tour untuk penelitian ilmiah, seperti yang sekulah kami lakukan dalam kegiatan Tengah Semester kami. penjualan Cinderamata khas perkampungan Melayu yang memilki seni kepantaian dan perbelanjaan berbagai jenis hasil laut.
Sebenarnya rencana pembanguna Obyek Wisata Kerakyatan ini sudah direncanakan sebelumya sekitar tahun 2001, coba kita simak kutipan artikel dari kompas, sabtu 8 desember 2001
Mengingat situasi Kenjeran yang dikelilingi perkampungan nelayan, kata Indiarto, seharusnya tempat tersebut dikelola dengan konsep pariwisata berbasis kerakyatan. Di tempat tersebut bisa menjadi pusat perbelanjaan ikan, cenderamata, dan lain-lain. Lanjutnya....
Oleh karena itu alokasi dana yang dicucurkan dalam pembangunan ini memang sudah teranggarkan, tetapi dalam kenyataanya pembangunan tersebut belum terlaksana juga. Bahkan tingkat kebersihan sama sekali tidak terkontrol. Sampah-sampah rumah tangga para warga perkampungan nelayan dibiarkan menumpuk saja disitu. Karena warga setempat sendiri mengaku tidak pernah ada koordinir dari pemerintah kota untuk melakukan kerja bakti, sehingga sampah tersebut akan menumpuk terus-menerus.
Kompas , Sabtu 3 februari 2001
Suasana yang sama juga tampak di perkampungan nelayan yang ada di Kelurahan Kenjeran dan Kelurahan Sukolilo. Di situ keadaannya malah lebih parah lagi. Beberapa tempat pembuangan sampah yang terbuat dari beton permanen sudah penuh sampah selama beberapa hari. Sampah-sampah tersebut berceceran tak terangkut.
Menurut beberapa warga yang tinggal di kampung nelayan, sampah-sampah itu tidak pernah diangkut oleh petugas kebersihan. Padahal mereka sudah membayar retribusi sampah sebesar Rp 7.000. "Akhirnya sampah-sampah itu dibuang ke laut atau ke sungai daripada menumpuk di depan rumah," kata seorang warga yang akrab dipanggil Pak Nun.Lanjutnya....
Sampai Sekarang kondisi seperti tersebut masil stabil, yaitu sampah-sampah masih saja mengurumuni perkampunag tersebut. Hal ini sangat di sayangkan bagi kepariwisataan Surabaya , karena perkampungan tersebut sangat berpotensi sebagai Desa Wisata satu-satunya di Surabaya. Inikah yang akan diwariskan kepada anak cucu Surabaya, kepariwisataan yang tidak terawat sama sekali? Terus bagaimankah nasib kedepanya? Seandainya dana alokasi yang dianggarkan sejak tahun 2001 tersebut benar-benar diamanfaatkan secaea bertanggung jawab, digunakan pada tempatnya dan tidak begitu saja menghilanga tanp jejak. Pastilah penagdaan Wisata Kerakyatan Surabaya akan terwujud dan dapat kita banggakan pada generasi penerus kita dan masyarakat luas.
Sekarang Tergantung kita, apakah kta mau merebah sikap dan bergotong royng membangun Desa Wisata Surabaya yang kita impi-impikan?









